
Serah terima jabatan Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke penggantinya Purbaya Yudhi Sadewa, baru-baru ini. (FOTO: IST)
Jakarta (edukalteng.com) – Menteri Keuangan (Menkeu) RI Purbaya Yudhi Sadewa yang baru menjabat menggantikan Sri Mulyani mengklaim dirinya paham betul masalah ekonomi yang dihadapi negara. Dia membantah dirinya sombong dan sangat optimistis bisa memperbaiki kondisi ekonomi negara.
Anggota baru Kabinet Merah Putih itu menegaskan, pengalamannya sebagai ekonom menjadi modal untuk memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia.
“Di awal katanya Saya ngomong yang sembarangan ya? Bukan begitu. Karena mereka nggak ngerti gimana konsep ekonomi. Nanti kita yang ngomong gitu sombong lagi. Saya ekonom sudah lama, jadi kira-kira mengerti-lah bagaimana cara memperbaikinya. Dan kira-kira kelemahan yang terjadi sekarang apa,” kata Purbaya di Jakarta, Selasa (9/9/2025) dikutip dari Tribunnews.
Dia menuturkan Presiden Prabowo Subianto bersama sejumlah menteri sudah sepakat menciptakan langkah-langkah percepatan pembangunan dan pelonggaran sistem keuangan.
“Pak Presiden dan tim tadi beberapa menteri sudah setuju untuk menciptakan langkah-langkah supaya program pembangunannya cepat dan sistem finansialnya tidak ketat seperti sekarang. Artinya bisa tumbuh lebih cepat, sektor swastanya juga. Kira-kira begitu,” ujarnya.
Menurut Purbaya, strategi utama pemerintah saat ini adalah mempercepat program belanja agar ekonomi bisa pulih lebih cepat.
“Kebijakan-kebijakan yang ada sekarang itu kelihatannya belum terlalu lancar diselenggarakan. Dan tadi rapat menentukan atau memutuskan untuk mempercepat semuanya. Itu dulu yang pertama. Jadi harusnya ekonominya akan tumbuh lebih cepat,” tandasnya.
MENTERI KURANG EMPATI
Purbaya sebelumnya menuai sorotan usai dilantik menggantikan Sri Mulyani oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (08/09/2025). Penyebabnya, komentar Purbaya mengenai tuntutan 17+8 yang digaungkan mahasiswa, buruh, dan kelompok masyarakat sipil setelah aksi unjuk rasa besar pada akhir Agustus lalu dianggap menyinggung publik.
Saat ditanya soal hal itu, mantan Kepala LPS tersebut menyebut bahwa aspirasi 17+8 hanya mewakili sebagian kecil masyarakat.
“Itu suara sebagian kecil rakyat kita, mungkin ada yang merasa hidupnya masih terganggu, belum cukup,” ujarnya di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta.
Dia menilai gelombang demonstrasi akan berkurang dengan sendirinya apabila ekonomi nasional tumbuh lebih cepat. Purbaya optimistis, bila pertumbuhan bisa mencapai 6–7 persen, masyarakat akan lebih sibuk bekerja dan hidup layak ketimbang turun ke jalan.
“Kalau ekonomi tumbuh pesat, demo itu akan hilang dengan sendirinya,” ucapnya.
Pernyataan tersebut memicu reaksi keras. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai ucapan Purbaya menunjukkan kurangnya empati.
Menurutnya, yang seharusnya ditunggu publik dari seorang menteri bukanlah komentar, melainkan langkah kebijakan konkret.
“Pak Purba perlu tim komunikasi yang baik. Yang penting sekarang adalah kebijakan fiskal apa yang akan ditempuh,” katanya dalam sebuah diskusi.
Bhima juga menyoroti minimnya sinyal kebijakan yang disampaikan Menkeu baru.
Menurutnya, pasar menunggu arah RAPBN 2026, termasuk kemungkinan pengurangan belanja pertahanan, reformasi pajak, hingga kenaikan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Menyadari ucapannya menimbulkan kontroversi, Purbaya kemudian menyampaikan permohonan maaf. “Kalau ada kesalahan saya mohon maaf, ke depan saya akan lebih hati-hati,” katanya.
Adapun tuntutan 17+8 yang disuarakan koalisi masyarakat sipil berisi desakan jangka pendek dan panjang, mulai dari penghentian tindakan represif aparat, reformasi DPR, penegakan disiplin TNI dan Polri, jaminan upah layak, hingga pengesahan RUU Perampasan Aset serta evaluasi kebijakan ekonomi. (net/sar)