
Peta perairan Selat Hormuz dengan pembagian wilayah ditunjukkan warna masing-masing negara.
Jakarta (edukalteng.com) – Konflik bersenjata antara Iran dan Israel dibantu Amerika Serikat (AS) memasuki babak baru. Serangan AS ke fasilitas nuklir Iran, 3 hari lalu, tak hanya dibalas dengan serangan rudal Iran ke pangkalan militer AS di Qatar. Iran bahkan mengancam akan menutup pelayaran di Selat Hormuz yang sangat vital bagi suplai minyak dunia.
Dikutip dari USA Today, parlemen Iran baru-baru ini mempertimbangkan rancangan undang-undang untuk menutup akses ke Selat Hormuz bagi kapal-kapal negara pendukung Israel.
“Untuk saat ini, (parlemen telah) sampai pada kesimpulan bahwa kita harus menutup Selat Hormuz, tetapi keputusan akhir dalam hal ini adalah tanggung jawab Dewan Keamanan Nasional Tertinggi,” sebut Esmail Kosairi, anggota komisi keamanan nasional parlemen Iran.
Khawatir dampak ekonomi apabila ancaman itu terjadi, AS bahkan telah meminta China untuk campur tangan membujuk Teheran agar tidak menutup selat tersebut.
KEPEMILIKAN PERAIRAN HORMUZ

Selat Hormuz adalah perairan sempit yang memisahkan Teluk Persia di sebelah barat dengan Teluk Oman dan Laut Arab di sebelah timur. Karena itu, secara geografis wilayah perairan Hormuz dimiliki tiga negara. Iran menguasai bagian pantai selatan, Oman dan Uni Emirat Arab di pesisir utara.
Selat ini memiliki lebar sekitar 35 hingga 60 mil (55 hingga 95 km). Di wilayah ini terdapat pulau-pulau seperti Qeshm (Qishm), Hormuz, dan Hengām (Henjām).
Selat Hormuz menjadi satu-satunya pintu keluar masuk kapal tanker dari Teluk Persia, tempat sebagian besar negara penghasil minyak dunia berada. Kondisi geografis ini menjadikannya sebagai titik kritis dalam rute perdagangan laut paling strategis di dunia.
Untuk mengatur pergerakan kapal-kapal besar di perairan ini, Organisasi Maritim Internasional PBB telah mengakui Skema Pemisahan Lalu Lintas (TSS). TSS terdiri dari dua jalur pelayaran selebar dua mil: satu untuk lalu lintas masuk dan satu untuk lalu lintas keluar.
Kedua jalur pelayaran ini dipisahkan oleh zona penyangga sepanjang dua mil. Secara keseluruhan, batas sempit TSS memberikan sedikit ruang bagi kapal tanker minyak dan kapal komersial (dan militer) besar lainnya untuk bermanuver dan sangat sedikit kemampuan untuk menghindari halangan di dalam TSS.
Bagian Selat yang lebih dalam dari TSS cukup untuk kapal tanker minyak yang sangat besar sekalipun. Agar penghalang lalu lintas kapal dapat mengganggu aliran minyak, penghalang tersebut harus melintasi lebar Selat, bukan hanya jalur sempit TSS.
Data terhimpun menyebutkan, lebih dari 20 persen pasokan minyak dunia, yakni sekitar 17 juta barel per hari, melintasi Selat Hormuz setiap tahunnya.
Jalur ini dilalui oleh kapal tanker dari negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, dan UEA menuju pasar energi di Asia, Eropa, dan Amerika.
Selain minyak mentah, Selat Hormuz juga menjadi jalur utama bagi ekspor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), sehingga menjadikannya kunci dalam rantai pasokan energi global. Gangguan di jalur ini berpotensi memicu lonjakan harga energi dan instabilitas ekonomi di banyak negara. (net/sar)