(Oleh: Dr Agustin Teras Narang SH)*
KEADILAN sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mesti tercermin dalam setiap kebijakan pemerintah, termasuk dalam urusan program transmigrasi. Sehingga semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bisa sungguh terjaga baik.

Beberapa waktu ini, di Kalimantan sedang terjadi gerakan penolakan program pemerintah pusat tentang pengiriman transmigrasi ke Pulau Kalimantan. Pada sebuah WA Group “Dayak Tolak Transmigrasi”, saya memberi pandangan tentang pentingnya moratorium transmigrasi, dan semua anggota forum sepakat dengan gagasan ini. Gagasan tersebut saya laksanakan pada saat saya menjadi Gubernur Kalimantan Tengah 2005-2015.
Tujuan moratorium pada saat itu adalah, untuk memberikan waktu guna mengevaluasi, mengkaji ulang, atau mencari solusi atas kebijakan pemerintah pusat sebelumnya. Sekaligus sebagai upaya penyelesaian segala masalah yang terjadi, terkait dengan kegiatan atau kebijakan tersebut, dengan masyarakat lokal/setempat dan transmigran lokal.
Gagasan yang saya sampaikan pada saat menjabat Gubernur Kalteng ini, menjadi solusi di tengah menguatnya sentimen dan kesenjangan antara transmigran dan masyarakat lokal. Program transmigrasi lalu dipandang sebagai program yang tak berkeadilan, karena masyarakat lokal sulit mendapatkan pengakuan legal atas tanah mereka yang sudah dikuasai sejak dahulu kala, sementara transmigran dipandang mendapat dukungan yang lebih mudah oleh negara, dan dengan mudahnya mendapat sertifikat tanah.
Maka sejak awal, saya ingin program transmigrasi ini dievaluasi terlebih dahulu. Baik yang sudah dan sedang berjalan, apakah sudah memenuhi prinsip 4K (Keadilan, Kepastian, Kemanfaatan, dan Kesejahteraan), bagi masyarakat lokal mau pun bagi transmigran lokal.
Penolakan yang terjadi saat ini bukan hanya sekedar penolakan. Ada banyak aspek termasuk soal distribusi keadilan yang dipandang tidak tepat dari pemerintah pusat. Karenanya perlu dilakukan evaluasi dan revitalisasi terhadap penduduk wilayah transmigran agar perasaan akan kesenjangan sosial dapat diatasi dengan baik dan kondusif. Selain tentu agar dilakukan kebijakan pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan terhadap baik transmigran lokal maupun penduduk lokal di Pulau Kalimantan.
Transmigran pada dasarnya adalah agenda cukup baik dalam pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Namun bila salah kelola dan menimbulkan sentimen kesenjangan sosial dan kesenjangan perilaku, maka hal ini bisa menimbulkan masalah sosial dalam mencapai tujuan besarnya.
Program transmigrasi mesti segera dibenahi dengan semangat yang sama dalam meningkatkan kesejahteraan semua pihak di wilayah transmigrasi. Pendekatan multi dimensi, termasuk lewat pengakuan hak tanah masyarakat adat, kemudahan sertifikasi tanah masyarakat lokal, hingga agenda pembangunan sosial khusus bagi warga lokal di sekitar kawasan transmigrasi, harus menjadi bagian penting di dalamnya. Sehingga bukan segregasi sosial, melainkan integrasi sosial yang berdampak pada penguatan NKRI yang lebih terasa dan terwujud nyata.
Masyarakat lokal maupun masyarakat adat, saya apresiasi atas kesadaran berdemokrasinya. Sekaligus saya ajak untuk tetap menampilkan kearifan dalam memperjuangkan aspirasi, serta keinginan untuk mendapatkan keadilan. Mari kita tunjukkan kualitas serta kearifan lokal yang selalu mengedepankan semangat huma betang, semangat persatuan dalam keragaman. Sembari itu, mari tetap berupaya terciptanya semangat membangun dan memberdayakan kehidupan yang berkeadilan, berkepastian, berkemanfaatan, dan berkesejahteraan bagi masyarakat asli setempat. Kita berharap bukan hanya sekedar janji, kita harapkan wujud nyatanya.
Kalau bukan kita, siapa lagi?
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
)* Penulis adalah Anggota DPD RI/MPR RI Dapil Kalteng, Gubernur Kalimantan Tengah 2005-2015