
SEKOLAH SAWIT - Para petani sawit mandiri di kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur mengikuti pelatihan dalam program SLKS, baru-baru ini. (FOTO: DOK. WIDYA ERTI INDONESIA)
Sampit (edukalteng.com) – Sebanyak 80 petani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menjadi peserta pelatihan intensif dalam Program Sekolah Lapangan Kelapa Sawit (SLKS).
Kegiatan pelatihan intensif bagi kelompok petani swadaya di Kotim itu difasilitasi organisasi nirlaba Widya Erti Indonesia (WEI), dengan dukungan PT Agro Bukit Central Kalimantan (ABCK/GoodHope Indonesia).
General Manager PT ABCK Ahmad Wildan, melalui rilis berita yang disampaikan Humas WEI ke redaksi edukalteng.com, Selasa (24/6/2025), menjelaskan, program SLKS ini merupakan pelatihan yang penting untuk memperkuat posisi petani dalam rantai pasok industri sawit.
“Petani swadaya adalah mitra strategis. Ketika mereka mendapatkan akses pelatihan dan pendampingan yang tepat, mereka bukan hanya mengikuti arus, tetapi juga bisa memimpin perubahan,” kata Ahmad Wildan.
Menurutnya, program ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk penguatan ke depan. Di antaranya, mendorong pembentukan kelembagaan petani berbasis kelompok belajar, memperkaya materi pelatihan dengan pendekatan pertanian regeneratif dan adaptasi iklim, serta mengembangkan skema insentif bagi petani yang berkomitmen pada penerapan prinsip No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE).
“Dengan pendekatan ini, model Sekolah Lapangan Kelapa Sawit diharapkan dapat direplikasi di wilayah lain dan menjadi rujukan dalam penguatan peran petani swadaya untuk mendukung transformasi keberlanjutan di sektor sawit rakyat Indonesia,” sebutnya.
Hingga saat ini, pelatihan intensif tersebut telah berjalan selama 3 bulan. Dari keseluruhan 80 peserta, sebanyak 45 peserta dinyatakan selesai mengikuti pelatihan.
Konsep pelatihan yakni belajar dan praktik langsung di kebun, di mana para petani dikenalkan prinsip Good Agricultural Practices (GAP), konsep keberlanjutan perkebunan tanpa deforestasi, tanpa gambut, dan tanpa eksploitasi atau prinsip NDPE, teknik pemupukan sawit yang ramah lingkungan.
Berdasarkan pre-test dan post-test, capaian normalized gain dari para peserta sudah mencapai mencapai rata-rata 84,73 persen. Prosentase tersebut mengindikasikan efektivitas pelatihan dalam membangun kapasitas petani.
Sebagian peserta juga mulai menerapkan inovasi sederhana seperti penggunaan pupuk organik cair (POC) dan pengendalian hama berbasis hayati. Progres yang terlihat dari pelatihan itu menunjukkan peningkatan pemahaman peserta yang sangat signifikan, meskipun materi-materi yang dipelajari merupakan hal baru bagi petani.

Dalam pelatihan tersebut, telah dibentuk dua kelompok belajar aktif, yakni Margo Mulyo dan Maju Jaya Bersama. Kedua kelompok belajar ini menunjukkan inisiatif untuk terus belajar dan tumbuh sebagai cikal bakal kelembagaan tani yang lebih mandiri.
Sebagai penutup program, pada 19 Maret 2025 tadi digelar kegiatan reflektif dan penyerahan sertifikat kelulusan. Dalam diskusi terbuka, para petani membagikan pengalaman mereka, termasuk tantangan dalam menghadapi fluktuasi harga tandan buah segar (TBS) sawit dan tekanan pasar terhadap sertifikasi keberlanjutan. Diskusi juga menyoroti pentingnya peningkatan produktivitas melalui GAP sebagai jalan memperkuat daya tahan ekonomi keluarga petani. (sar)